Jumat, 05 Juni 2015

Hati-Hati !!! Minim Keamanan, Pasar Cibatu Rawan Kejahatan

GARUT, FOKUSJabar.com: Pengurus Himpunan Warga Pasar (Hiwapa) Cibatu Kabupaten Garut, Ade S menyatakan, tempat transaksi jual beli yang berlokasi di Kampung Parakantelu Desa Cibunar Kecamatan Cibatu rawan kejahatan.
dikutip dari FOKUSJabar
pasar cibatu rawan kejahatan
Pasar Cibatu Garut (Foto: Bambang)
Menurut dia, hampir setiap hari terjadi pencopetan. Para pencopet mengincar para korban yang belanja usai shalat Shubuh atau sekitar pukul 05.00 WIB.
Maraknya aksi kejahatan tersebut menyusul minimnya petugas keamanan yang telah ditunjuk pihak pengembang yakni Trie Mukti Pertama Putra.
Pihaknya pun meminta pengembang (rekanan) untuk lebih memperketat keamanan. Dengan demikian transaksi jual beli di Pasar Cibatu lebih nyaman dan ratusan pedagang dan pembeli pun merasa aman saat berada di dalam pasar.
pasar cibatu rawan kejahatan
Pengurus Himpunan Warga Pasar (Hiwapa) Cibatu Kabupaten Garut, Ade S. (Foto: Bambang)
“Sebagai bukti bahwa di Pasar Cibatu rawan kejahatan, Jumat (5/6/2015) malam tadi, ada empat kios yang disatroni kawanan perampok sehingga menyebabkan kerugian hingga Rp40 juta,” tegas Ade di lokasi pasar Cibatu, Sabtu (6/6/2015).
(Bambang Fouristian/ang)

Ijazah Palsu Muncul Karena Orientasi Gelar Lebih Penting DIbanding Kualitas

Mencuatnya isu penjualan ijazah palsu dari tingkat Sarjana hingga Doktoral sangat mengkhawatirkan. Bahkan konsumen ijazah bodong ini paling banyak dari kalangan pejabat.
Dikutip dari Fokusjabar
Pengamat dan Praktisi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menilai fenomena tersebut karena orientasi gelar lebih dibutuhkan dibandikan kualitas.
“Buat apa gelar akademik kalau diperoleh instan. Kalau untuk jabatan birokrasi biasa, cukup kursus dan pendidikan, perjenjangan tidak perlu gelar akademik S2 atau S3,” ujar Cecep, Sabtu (6/6/2015).
Saat ini, lanjutnya, konsumen ijazah palsu menerpa terhadap penyelenggara Pemerintahan. Karena dalam mekanismenya, semakin tinggi gelar pendidikan, berdampak pada golongan dan gaji.
“Salah kaprah jika pejabat harus S2 atau S3. Ya, untuk jabatan tertentu barang kali betul, memang diperlukan sampai dengan S3. Tapi, kalau jabatan birokrasi biasa cukup S1,” tukasnya.
Menurut dia, pejabat publik yang mengharuskan bergelar tinggi itu salah kaprah. Beda halnya untuk jabatan tertentu, yang memang memerlukan pendidikan yang bergelar tinggi.